
Hi! Saya
kembali mengisi blog yang sudah lama kosong. Isi dari tulisan ini adalah berupa
nats Firman Tuhan yang saya kotbahkan sewaktu lomba di gereja HKBP Jatisampurna pada
tanggal 13 Agustus 2016. Sejujurnya nats ini bertolak belakang dengan kehidupan
saya pada saat ini, karena memiliki tema yang unik yaitu; Pernikahan Kristen. Mengapa
saya yang notabene belum menikah harus membawakan kotbah seperti ini? Sebabnya
adalah ini tuntutan tema yang ditetapkan gereja. Berhubung gereja HKBP pada tahun ini
memiliki tema tahunan yaitu; Keluarga. Sungguh sangat indah bila kita
mengetahui kehidupan dasar Pernikahan Kristen yang agung di dalam Firman Tuhan
pada umur seperti 19-23 tahun untuk memahami betul arti sesungguhya suatu
hubungan yang di kehendaki oleh Allah.
Puji Tuhan.
Hasil yang menggembirakan dari usaha yang tidak sia-sia. Merupakan suatu
anugerah mendapat berkat Juara dari mewartakan Firman Tuhan yang sangat indah
dan penuh makna ini. Namun, bukan juara atau titel kemenangan lah yang harus
disyukuri terutama. Kebesaran Tuhan dalam mewartkan Firman-Nya lewat diri saya, akhirnya saya mampu dengan baik memberikan pelayanan kepada jemaat dan terlebih
untuk Tuhan. Karena sesuatu berkat yang Tuhan tunjukkan kepada saya dan berikan
menjadikan saya lebih mampu mengasah dan memahami arti Firman Tuhan dan
berkotbah hanya untuk Dia. Berikut nats kotbah Firman Tuhan yang ingin Tuhan
sampaikan untuk kita semua.
Nats Efesus 5:22-23
PERNIKAHAN KRISTEN IKATAN YANG AGUNG
Pernikahan
Kristen adalah pernikahan yang Agung, sebagai persekutuan yang sempurna antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang meliputi baik tubuh, akal budi
maupun roh. Dalam perikop ini Rasul Paulus memaparkan suatu gagasan yang
memancarkan sinar terang kemurniannya di dalam dunia yang tidak mengenal moral.
Ketika Paulus memberikan ajaran ini kepada jemaat di Efesus gaya hidup yang
terjadi dalam masyarakat Yahudi memandang perempuan lebih rendah dari laki-laki
ikatan nikah berada dalam bahaya, lembaga pernikahan terancam dan kehilangan
kesakralannya, serta perceraian di gampangkan (Band Ulangan 24:1) karenanya
banyak gadis Yahudi yang menolak untuk menikah karena martabatnya sebagai
isteri sangat tidak menentu. Demikian juga dalam masyarakat Yunani keadaannya
lebih buruk lagi, karena wanita yang di anggap terhormat harus menempuh cara
hidup dengan mengasingkan diri, tidak boleh tampil di dalam masyarakat umum, tidak
boleh berjalan seorang diri bahkan tak pernah muncul dalam pesta makan atau
kegiatan-kegiatan sosial. Orang Yunani menghendaki agar supaya isterinya
mengurus rumah tangganya dan mengasuh anak-anaknya dengan baik. Di Roma
keadaannya lebih buruk lagi kemerosotan moral sangat menyedihkan, suasana hidup
diliputi oleh percabulan, ikatan nikah berada dalam ambang kehancuran. Keadaan
itulah yang melatar belakangi Paulus menuliskan surat ini; meminta kepada
laki-laki dan perempuan untuk memasuki hidup pernikahan dengan penuh kesetiaan,
kesucian dan persekutuan yang agung.
Dalam perikop ini
kita temukan dasar pemikiran Paulus mengenai Pernikahan Kristen, ada ayat khusus di dalam ayat 22-23, mengupas soal tanggung Jawab Isteri yaitu: Isteri
tunduk Kepada Suami (22). Kalimat ini adalah sebagai suatu seruan kepada
semua isteri, tanpa adanya suatu penawaran, khususnya yang percaya kepada
Kristus. Sikap ketundukan itu di dasarkan atas Kasih kepada Tuhan. Suatu aspek
kerelaan bukan paksaan; bertentangan dengan ke egoisan atau dominansi.
Sebagaimana Kasih Kristus kepada jemaat. Kristus adalah kepala gereja, dan
kepala suami, sehingga suami adalah pemimpin dan kepala dalam Keluarga.
Ketundukan isteri terhadap suami bukan seperti seorang bawahan terhadap
tuannya, namun suatu bentuk penghormatan isteri untuk mengakui otoritas dan
mandat yang diberikan oleh Tuhan kepada suami. Isteri harus menganggap
ketaatannya kepada suami sebagai ketaatan yang dilakukan kepada Tuhan, karena Tuhan
menghendaki demikian. Jadi sifat ketundukan itu adalah atas dasar Kasih kepada
kristus.
Alasan ketundukan isteri pada suami dijelaskan dalam bagian-bagian berikut;
1. Isteri tunduk kepada Suami seperti kepada
Tuhan; sifat ketundukan isteri didasarkan
atas rasa hormat kepada Kristus dan menjadi simbol ketundukan jemaat kepada
Kristus yang adalah kepala Jemaat. Motivasi para isteri tunduk kepada suami di
sebutkan dalam kalimat berikut;”seperti kepada Tuhan”(ayat 22), menunjuk kepada
sikap takut kepada Tuhan. Ketundukan isteri kepada suami didasarkan atas Kasih
kepada Tuhan, sehingga mampu melayani dengan cinta kasih dan ketaatan dalam
otoritas kepemimpinan suaminya. Isteri taat kepada suaminya seolah-olah Tuhan
lah yang ia taati, karena dalam kebenaran dan keteladanan Kristus.
2. Isteri tunduk karena Suami adalah Kepala
Isteri. Suami sebagai kepala isteri mengacu
kepada Kristus sebagai kepala jemaat, dan isteri tunduk kepada suami, sama
seperti jemaat tunduk kepada Kristus (ay 24). Sebagai kepala Kristus lebih
memelihara daripada menguasainya, Ia lebih bertanggung jawab atas tubuh
daripada merajainya. Jika suami sebagai kepala meneladani Kristus sebagai
kepala, maka isteri yang tunduk dapat merasakan perlindungan dan rasa aman dari
suaminya. Suami harus memimpin dengan Kasih penuh tanggung jawab, tidak kasar,
berlaku bijaksana, dan melindungi isterinya.
3. Isteri tunduk dalam segala sesuatu. Konsep ketundukan dalam “segala sesuatu”
disini tidak dimaksudkan melakukan “segala sesuatu” yang membabi buta dan
bertentangan dengan kehendak Tuhan. Sebagai Isteri yang takut akan Tuhan, ia
tunduk dalam koridor yang telah di tetapkan dalam Firman Tuhan. Ketika suami
hidup dalam takut akan Tuhan, maka ketundukan isteri dalam segala sesuatu
menjadi sebuah pilihan yang menyukakan hati suaminya. Sehingga pasangan suami
isteri dapat menjalani kehidupan mereka sesuai dengan peran dan tanggung jawab
masing-masing.
Penutup
Kasih yang di bangun dalam hubungan
suami isteri hendaknya seperti Yesus mengasihi jemaatNya. Pengorbanan yang
menghiasi hubungan antara suami isteri adalah suatu pengorbanan yang tulus dan
sukarela tanpa pamrih. Sebagai lambang Kasih Kristus kepada jemaat. Yesus
mengasihi jemaat-Nya dengan pembuktian rela mati demi jemaatNya, supaya Jemaat
hidup di dalam perkenan dan layak tanpa bercacat di hadapan Allah. Kedudukan
suami isteri dalam pernikahan Kristen adalah lambang dari relasi antara Kristus
dengan GerejaNya. Membangun keluarga yang bahagia bukanlah suatu proses yang
instan tetapi suatu Usaha bersama didalam Kristus. Keluarga yang kuat dan
harmonis terletak pada fondasi yang kuat, yakni Kasih dan ketaatan kepada
Kristus.
Tuhan Yesus Memberkati. AMIN.
by: Hartati Vidiana (August & October, 2016)
0 komentar:
Posting Komentar