Pada dasarnya, pendidikan
adalah tonggak penting suatu negara dalam membangun bangsa yang besar.
Pendidikan berkaitan erat dengan pengembangan sumber daya manusia. Banyak orang
mengambil pendidikan setinggi-tingginya hanya untuk mengeksplor kemampuan
dirinya. Bukan hanya itu, tetapi untuk meraih gelar yang dapat menaikkan status
sosial di mata masyarakat serta karier yang diimpikan. Namun, apakah lingkup
luas pendidikan hanya sesempit
itu?
Tepat pada hari ini yaitu
tanggal 02 Mei 2017, Bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional serta
memperingati akan jasa pahlawan pendidikan kita yaitu Ki Hadjar Dewantara.
Perlu kami ingatkan kembali apa saja tiga semboyan mengenai pendidikan yang
terkenal, yaitu:
-
Ing ngarsa sung tuladha (di
depan memberi teladan)
-
Ing madya mangun karsa (di
tengah memberi kesempatan untuk berkarya)
-
Tut wuri handayani (dari
belakang memberi dorongan dan arahan)
Pendidikan yang baik dimulai
dari lingkungan keluarga, sebagai pendukung untuk pendidikan formal. Orang tua
menjadi subjek utama sebagai guru untuk anak-anaknya. Keluarga menjadi tempat
pembelajaran awal moral, kesopanan, dan sikap yang dididik untuk setiap
anggotanya. Para orangtua juga bisa mengajarkan kepada anak-anaknya mengenai
tanggungjawab untuk hal-hal kecil seperti membersihkan tempat tidurnya setiap
hari. Hal-hal tersebut merupakan pendidikan dasar pembentukan karakter seorang
anak. Memiliki fondasi pendidikan yang kuat didalam keluarga akan menjadikan
anak berkembang di lingkungan sosialnya. Baik di dalam lingkup keluarga,
pergaulan, dan sekolah. Apabila ternyata dalam bersosialisasi, sang anak
memiliki moral ataupun karakter yang baik maupun buruk, maka kemungkinan besar
hal tersebut berpengaruh dari faktor internal ataupun eksternal keluarga.
Pendidikan formal lazimnya
terjadi di lingkungan sekolah. Pada lingkungan inilah, anak-anak ditempa
intelektual, karakter, dan moralnya juga. Mereka mulai diajarkan untuk
bekerjasama dengan orang lain melalui tugas kelompok, yang mana harus dilakukan
bersama-sama melalui pembagian tugas yang adil, namun beberapa dari anggota
kelompok nyatanya tidak ada yang mengerjakan tugas kelompok tersebut. Dalam hal ini peran guru
untuk membentuk karakter dan moral para muridnya harus ‘digencarkan’, mungkin dengan memberikan
sanksi apabila tidak mengerjakan, secara tidak langsung apabila
disosialisasikan terhadap murid-muridnya maka mereka akan mengerjakannya secara
terpaksa. Ada pepatah yang mengatakan bahwa terbiasa karena dipaksa. Mungkin
mereka terpaksa mengerjakannya, namun akan memiliki karakter dan moral seperti
lebih bertanggungjawab menyelesaikan tugasnya.
Di lingkungan sekolah,
anak-anak juga diajarkan pendidikan mengenai nasionalisme. Seperti belakangan
saat ini, banyak terjadi isu-isu mengenai nasionalisme seperti SARA. Hal ini
menunjukkan bahwasannya mereka kurang mendapatkan pendidikan mengenai
nasionalisme. Apabila pendidikan nasionalisme tidak diajarkan baik secara
langsung maupun tidak langsung, maka akan menjadi bomerang sendiri bagi bangsa
dan negara ini (perang antar warga sipil). Pendidikan mengenai moral saat ini
di lingkungan sekolah seakan-akan menghilang dari dunia pendidikan.
Menurut UNESCO melalui
Globalization Education Monitoring (GEM) 2016, menjelaskan bahwa Indonesia mengalami
kemerosotan yang tajam dalam bidang kesenjangan mutu pendidikan. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan sekarang ini fokus terhadap permasalahan sarana dan
prasarana yang menunjang kegiatan belajar mengajar menjadi lebih baik di daerah
3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), yang artinya pendidikan yang didapatkan anak-anak
di daerah timur (Maluku
dan Papua) harus sama dengan apa
yang didapatkan anak-anak di daerah maju seperti DKI Jakarta, Solo, Surabaya, dan kota besar lainnya di Indonesia.
Serta menurut Central
Connecticut State Unversity pada Maret 2016 lalu, tingkat literacy Negara Indonesia berada di posisi 60 dari 61 negara di
dunia. Hal ini dikarenakan tingkat baca di Indonesia masih sangat kurang. Di zaman
serba canggih ini, generasi muda
lebih menyukai secara instant (re:
google). memang mem-browsing di google juga merupakan
kegiatan membaca,
tapi ada baiknya membaca langsung dari buku, karena bisa saja informasi yang
disampaikan di internet merupakan perpaduan antara opini pembaca dan buku. Sungguh peringkat yang mengkhawatirkan
untuk minat baca buku di Indonesia. Padahal ilmu banyak di dapat dengan membaca
buku.
Pendidikan yang selanjutnya
yang didapatkan oleh generasi muda
adalah dari lingkungan masyarakatnya. Di lingkungan ini mereka memahami akan
perbedaan setiap karakter dari masing-masing individu, peran keluarga juga
sangat berpengaruh di sini, karena mereka bisa membantu anak-anak untuk
bersosialisasi dengan baik dan juga memahami lingkungan sekitarnya. Saat ini
Indonesia mengalami darurat akan moral dan karakter pada generasi muda. Perlu
dipahami dan ditanamkan sejak dini bahwa penanaman karakter dan moral seperti
bersikap jujur, tepat waktu, dan juga mengurangi sifat egois sangat diperlukan
untuk saat ini.
Namun seperti yang kami
bilang di atas, di abad ke-21 ini
semakin lunturnya moral karakter generasi Bangsa Indonesia. Mengambil
contoh dari kehidupan sehari-hari seperti kurang sopannya generasi muda
terhadap orang tua (membiarkan orang tua lansia berdiri di bus sedangkan yang
muda diam duduk saja), acuh terhadap kepedulian lingkungan (buang sampah
sembarangan), lunturnya moral budaya Indonesia (mengikuti selebriti media
sosial yang tidak patut dicontoh gaya dan bahkan perilaku senonohnya), dan
masih banyak contoh negatif yang dapat dilihat setiap harinya.
Melihat dari contoh-contoh
di atas yang semakin banyak ditiru generasi muda bangsa Indonesia, dimanakah
peran pendidikan terhadap Karakter bangsa ini yang
sesungguhnya? Generasi muda Indonesia-lah yang
harus menanamkan semangat peran pendidikan pada karakter Tanah Air kita.
Tidaklah kita malu melihat teman-teman kita di luar sana
yang tidak bisa menempuh
pendidikan secara baik karena terbentur ekonomi yang sulit dan disabilitas,
mereka semua masih ada semangat juang untuk pendidikan. Lantas, dimanakah
semangat pendidikan
kita sebagai generasi muda yang utuh
untuk karakter bangsa Indonesia
bagi kita yang beruntung ‘mengenyam’ pendidikan?
Kita sebagai generasi muda penerus founding
fathers bangsa Indonesia seharusnya mengimplementasikan pendidikan dalam kemajuan karakter Indonesia.
Seperti
judul pada opini ini, pendidikan bisa merefleksikan
pembentukan karakter rakyat Tanah Air. Karakter pribadi yang
kuat bisa dimiliki oleh setiap orang. Karenanya, generasi bangsa Indonesia
harus siap secara fisik, mental, dan tentunya ilmu. Ada pepatah yang mengatakan ‘tidak ada kata
terlambat untuk memulai hal positif’. Maka dari itu, mari kita bangun karakter
kuat untuk memajukan dan mengembangkan Tanah Air. Raih pendidikan dengan baik dan tekun. Dengan
demikian, peran keluarga, sekolah, dan juga masyarakat merupakan lingkungan
pendidikan yang saling mendukung dan juga bersinergis satu sama lain, agar terbentuk
dan terbangun karakter Tanah Air yang bermartabat dari pendidikan bangsa
sendiri. Dan kitalah
generasi muda yang akan menentukan bahwa Indonesia nantinya akan semakin maju
atau semakin mundur?
Ditulis
oleh:
Febrehane
Sabattini/ 21 tahun
Hartati
Vidiana/ 19 tahun
Mahasiswi
yang masih belajar Karakter Tanah Air
(April,
2017)